Dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), rasio rujukan non spesialistik menjadi salah satu indikator penting yang mempengaruhi besar kecilnya kapitasi yang diterima oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Semakin tinggi rasio rujukan yang tidak semestinya, semakin rendah performa FKTP di mata BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, Strategi Mengendalikan Rasio Rujukan Non Spesialistik agar Kapitasi Maksimal menjadi perhatian utama setiap klinik, terutama klinik pratama dan dokter praktik mandiri.
Salah satu pendekatan utama yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pembenahan internal. Dua langkah strategis yang krusial dalam pendekatan ini adalah peningkatan kompetensi tenaga medis dan non-medis serta penyusunan dan penerapan SOP klinik yang efektif. Pendekatan ini terbukti mampu memperkuat layanan primer dan meningkatkan efektivitas tata kelola pasien, sehingga mengurangi rujukan yang sebenarnya masih bisa ditangani di FKTP.
Peningkatan Kompetensi Tenaga Medis dan Non-Medis
FKTP seperti klinik pratama dan tempat praktik mandiri merupakan garda terdepan pelayanan kesehatan masyarakat. Namun, tidak jarang rujukan non spesialistik terjadi bukan karena kompleksitas kasus, melainkan karena keterbatasan kompetensi tenaga kesehatan atau kurangnya rasa percaya diri dalam mengambil keputusan medis.
Pelatihan Klinis Berkelanjutan
Program Continuing Medical Education (CME) perlu menjadi rutinitas bulanan di setiap FKTP. Pelatihan ini tidak hanya berfokus pada pengetahuan penyakit umum, tetapi juga pada teknik pemeriksaan klinis, interpretasi hasil laboratorium sederhana, hingga komunikasi klinis dengan pasien. Tujuannya adalah agar dokter dan tenaga medis mampu menangani lebih banyak kasus secara tuntas di level primer.
Pelatihan juga bisa dikembangkan melalui platform daring seperti e-learning atau kolaborasi dengan organisasi profesi seperti IDI (Ikatan Dokter Indonesia), PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia), dan IBI (Ikatan Bidan Indonesia).
Supervisi Klinis Internal
Klinik dengan lebih dari satu tenaga medis sebaiknya menerapkan sistem supervisi klinis antar sejawat. Misalnya, dokter yang lebih senior dapat memberikan umpan balik terhadap kasus-kasus rujukan yang diajukan oleh dokter junior. Langkah ini dapat menjadi sarana refleksi sekaligus pembelajaran internal.
Pelatihan Soft Skill untuk Nakes
Kemampuan komunikasi dokter dan perawat dalam menyampaikan diagnosis dan rencana terapi juga berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan pasien. Ketika pasien merasa yakin dan teredukasi dengan baik, keinginan untuk “minta dirujuk” cenderung menurun. Maka, pelatihan komunikasi efektif, psikologi dasar pasien, dan manajemen emosi perlu menjadi bagian dari strategi pengembangan SDM.
Standarisasi dan Implementasi SOP Klinik
Banyak kasus rujukan non spesialistik muncul karena tidak adanya panduan kerja yang jelas di klinik. Akibatnya, keputusan klinis menjadi sangat subjektif dan tidak konsisten antar tenaga medis. Oleh karena itu, penyusunan dan implementasi Standard Operating Procedure (SOP) klinik adalah hal mutlak dalam strategi pengendalian rujukan.
SOP Diagnosis dan Terapi Kasus Umum
SOP perlu mencakup alur diagnosis dan penatalaksanaan untuk kasus-kasus yang sering muncul di layanan primer, seperti ISPA, hipertensi, diabetes melitus, nyeri otot, masalah pencernaan ringan, infeksi kulit, dan lain-lain yang seluruhnya telah tercantum dalam KMK No. 1936 Tahun 2022 terkait Panduan Praktik Klinis di FKTP. Setiap SOP sebaiknya disusun berdasarkan evidence-based practice dan dapat ditinjau ulang secara berkala.
Contoh SOP sederhana untuk batuk pilek:
- Pemeriksaan tanda vital dan status pernapasan.
- Pemeriksaan faring, tonsil, dan auskultasi paru.
- Pemberian terapi simptomatik.
- Indikasi rujukan jika ditemukan tanda bahaya seperti sesak berat atau saturasi < 95%.
Dengan adanya SOP yang jelas, tenaga medis memiliki acuan dalam pengambilan keputusan klinis dan dapat mengurangi rujukan yang tidak perlu.
SOP Alur Pelayanan Pasien
Selain SOP medis, penting juga menyusun SOP operasional seperti:
- SOP pendaftaran dan triase awal.
- SOP pemberian edukasi pasien.
- SOP rujukan internal antar poli.
- SOP rujukan spesialistik, non-spesialistik TACC, dan non-spesialistik non-TACC.
- SOP dokumentasi dan pelaporan rujukan.
SOP ini membantu memperjelas alur kerja di klinik, meningkatkan efisiensi, serta memberikan pengalaman pasien yang lebih baik.
Evaluasi dan Audit Internal
SOP yang baik adalah SOP yang diterapkan secara konsisten dan dievaluasi secara berkala. Klinik perlu menyelenggarakan rapat evaluasi setiap bulan untuk mengaudit apakah SOP berjalan dengan baik dan apakah masih ada celah yang menyebabkan rujukan non spesialistik.
Integrasi Teknologi dan Sistem Informasi Klinik
Di era digital, penggunaan teknologi bukan lagi sekadar pelengkap, melainkan kebutuhan untuk mendukung efektivitas pelayanan. Salah satu bentuk teknologi yang bisa dioptimalkan untuk Strategi Mengendalikan Rasio Rujukan Non Spesialistik agar Kapitasi Maksimal adalah sistem informasi klinik dan electronic medical record (EMR).
EMR dengan Modul Monitoring Rujukan
Sistem EMR yang baik harus memiliki fitur pencatatan dan pemantauan rujukan. Fitur ini membantu manajemen klinik dalam mengidentifikasi:
- Pola kasus yang paling sering dirujuk berdasarkan kode diagnosis ICD 10 per poli DAN FKRTL yang dituju.
- Tenaga medis yang paling banyak merujuk.
- Alasan rujukan (klinis, permintaan pasien, atau keterbatasan sarana) baik spesialistik, non-spesialistik TACC dan non-spesialistik non-TACC.
Dengan data ini, manajemen dapat menyusun strategi yang lebih tepat sasaran, misalnya:
- Pelatihan spesifik pada kasus yang sering dirujuk khususnya yang termasuk ke dalam penyakit dengan tingkat kemampuan dokter 4A, 3B, 3A terpilih, serta beberapa penyakit yang termasuk ke dalam kemampuan 2 (dengan pertimbangan prevalensi dan/atau merupakan program nasional).
- Peninjauan kompetensi dokter umum dan dokter gigi berdasarkan frekuensi rujukan yang dilakukan
- Penambahan alat medis atau obat untuk menunjang diagnosis dan terapi di FKTP.
Sistem Notifikasi dan Rekomendasi Otomatis
Teknologi juga bisa digunakan untuk memberikan notifikasi otomatis saat tenaga medis akan melakukan rujukan. Sistem bisa menampilkan:
- Panduan SOP penanganan kasus tersebut di FKTP berdasarkan Panduan Praktik Klinis (PPK) Kementerian Kesehatan.
- Rekomendasi apakah kasus tersebut dapat ditangani di klinik atau tidak.
- Riwayat pasien dan hasil pemeriksaan pendukung sebelumnya.
Fitur semacam ini dapat membantu pengambilan keputusan lebih objektif dan mengurangi rujukan yang tidak semestinya.
Dashboard Monitoring Kapitasi dan Kinerja
Manajemen klinik perlu memiliki akses real-time terhadap dashboard yang menampilkan data kapitasi, rasio rujukan, angka kontak, dan pemanfaatan layanan. Dengan demikian, evaluasi tidak hanya berdasarkan perasaan atau dugaan, tetapi berdasarkan data konkret.
Dashboard ini juga bisa dimanfaatkan untuk memberikan feedback performa individu kepada dokter dan perawat, sebagai dasar pemberian insentif atau pelatihan lanjutan.
Peran Kepemimpinan Klinik dalam Budaya Kendali Rujukan
Tidak cukup hanya mengandalkan SOP dan pelatihan teknis, keberhasilan Strategi Mengendalikan Rasio Rujukan Non Spesialistik agar Kapitasi Maksimal juga bergantung pada budaya kerja yang ditanamkan pimpinan klinik.
Pemimpin Klinik sebagai Role Model
Kepala klinik atau penanggung jawab medis perlu menjadi teladan dalam praktik klinis dan penerapan SOP. Ketika pemimpin aktif dalam pelatihan, audit internal, dan diskusi kasus, semangat tersebut akan menular ke seluruh tim.
Sistem Apresiasi dan Penghargaan
Memberikan apresiasi kepada tenaga kesehatan yang berhasil menangani kasus sulit tanpa merujuk bisa menjadi cara membangun motivasi positif. Sistem reward ini tidak harus selalu berbentuk materi, tetapi bisa berupa penghargaan simbolik, sertifikat, atau pengakuan dalam forum internal.
Pendekatan Non-Penal (Pembinaan) terhadap Evaluasi Rujukan
Jika ditemukan tenaga medis dengan angka rujukan tinggi, pendekatan yang digunakan sebaiknya berbasis pembinaan, bukan hukuman. Diskusi kasus, mentoring, dan pelatihan ulang bisa menjadi solusi yang lebih efektif dibandingkan sanksi atau teguran yang justru membuat defensif.
Beralih ke Medeva Sekarang!
Sudah siap membawa klinik Anda ke era digital? Dengan Rekam Medis Elektronik (RME) dari Medeva, Anda dapat mengelola data pasien dengan lebih cepat, aman, dan efisien. Hilangkan risiko kesalahan pencatatan, tingkatkan kualitas perawatan, dan optimalkan operasional klinik Anda. Coba demo gratis selama 14 hari sekarang juga dan rasakan langsung manfaatnya! Klik di sini untuk memulai transformasi digital klinik Anda sekarang!
Sumber Referensi
- BPJS Kesehatan. (2023). Petunjuk Teknis Penilaian Kinerja FKTP Dalam Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/
- Kementerian Kesehatan RI. (2022). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2022 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/214132/permendagri-no-5-tahun-2022
- WHO. (2021). Primary Health Care Measurement and Improvement. https://www.who.int/teams/integrated-health-services/primary-health-care