Dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) seperti klinik dan praktik dokter mandiri memainkan peran vital sebagai gerbang utama pelayanan kesehatan. Salah satu indikator kinerja yang digunakan untuk menilai efektivitas layanan FKTP adalah rasio rujukan, khususnya rujukan non spesialistik. Rasio rujukan non-spesialistik yang tinggi, terutama yang tidak sesuai indikasi (TACC), dapat berdampak langsung pada optimalisasi kapitasi berbasis kinerja (KBK) yang diterima oleh FKTP.
Masalah ini menjadi krusial karena tingginya rasio rujukan non spesialistik tidak hanya mencerminkan kurang optimalnya pemanfaatan sumber daya dan kompetensi layanan dasar di FKTP, tetapi juga dapat memicu beban layanan yang tidak perlu di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL). Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang menyeluruh mengenai penyebab utama tingginya rasio rujukan dan bagaimana Strategi Mengendalikan Rasio Rujukan Non Spesialistik agar Kapitasi Maksimal bisa diterapkan secara efektif.
Kurangnya Kemampuan Diagnostik dan Sumber Daya di FKTP
Salah satu penyebab paling dominan dari tingginya rasio rujukan non spesialistik adalah terbatasnya kemampuan diagnostik yang dimiliki oleh FKTP. Hal ini dapat disebabkan oleh:
1. Terbatasnya Sumber Daya Tenaga Kesehatan
Banyak FKTP, khususnya di wilayah terpencil, masih menghadapi tantangan besar dalam hal ketersediaan tenaga medis dengan kompetensi yang memadai. Dokter umum atau perawat yang bertugas mungkin belum cukup terlatih untuk menangani berbagai kasus yang seharusnya dapat diselesaikan di FKTP tanpa perlu rujukan.
Beberapa kasus seperti infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), hipertensi esensial, group diagnose refraksi (gangguan refraksi) atau diagnosa PRB (Program Rujuk Balik) tanpa komplikasi, sering kali dirujuk ke FKTL padahal bisa ditangani di FKTP jika tenaga medis memiliki keyakinan dan keterampilan klinis yang tepat.
2. Fasilitas dan Peralatan Medis yang Belum Memadai
FKTP yang belum memiliki alat penunjang diagnostik sederhana seperti USG, EKG, atau alat ukur fungsi paru sering kali memilih merujuk pasien demi keamanan dan kehati-hatian. Akibatnya, rasio rujukan non spesialistik pun meningkat. Idealnya, FKTP perlu memiliki standar minimum fasilitas medis untuk menunjang kapasitas layanan primer dan mempertimbangkan untuk dapat melakukan rujukan horizontal khususnya pada rujukan kasus USG kehamilan dengan diagnosa kehamilan tanpa penyulit.
Perilaku Dokter dan Ketakutan Akan Klaim Ditolak
Selain faktor struktural, perilaku tenaga kesehatan juga berperan besar dalam tingginya rasio rujukan non spesialistik. Beberapa faktor psikologis dan administratif mempengaruhi keputusan untuk merujuk pasien.
1. Kekhawatiran terhadap Audit Klaim oleh BPJS
Tidak sedikit dokter yang lebih memilih merujuk pasien ke FKTL karena takut ditolak atau diklaim melakukan tindakan yang tidak sesuai standar. Akibatnya, mereka cenderung bermain aman dengan langsung memberikan rujukan meskipun indikasinya belum terpenuhi secara klinis. Sikap ini, meski logis dari sisi kehati-hatian administratif, merugikan dari sisi efisiensi sistem kesehatan nasional.
2. Kurangnya Sistem Pengingat Klinis dan Panduan Praktis
Ketika tidak ada sistem pendukung keputusan klinis (Clinical Decision Support System/CDSS), dokter cenderung mengandalkan intuisi yang bisa bias. Padahal dengan adanya CDSS terintegrasi dalam sistem informasi klinik, keputusan rujukan bisa lebih akurat, berbasis bukti, dan terdokumentasi dengan baik.
Kurangnya Edukasi Kesehatan kepada Pasien
Rasio rujukan non spesialistik yang tinggi juga dipengaruhi oleh ekspektasi pasien. Banyak pasien yang datang ke FKTP dengan harapan langsung mendapat layanan spesialistik. Jika tidak sesuai harapan, mereka akan menuntut dirujuk ke spesialis.
1. Permintaan Rujukan oleh Pasien Secara Langsung
Seringkali pasien datang dengan persepsi bahwa spesialis akan memberikan perawatan lebih cepat dan canggih. Tanpa edukasi yang tepat, pasien cenderung meminta rujukan secara langsung dan mempersulit FKTP menolak rujukan yang tidak sesuai indikasi medis.
2. Kurangnya Pemahaman Manfaat Layanan Primer
Sebagian besar masyarakat belum memahami bahwa banyak kasus medis umum sebenarnya dapat diselesaikan di tingkat layanan primer tanpa harus dirujuk. FKTP yang aktif dalam melakukan edukasi masyarakat tentang peran penting layanan primer memiliki kecenderungan lebih rendah dalam rasio rujukannya.
Strategi Mengendalikan Rasio Rujukan Non Spesialistik agar Kapitasi Maksimal
Dalam rangka mengatasi tingginya rasio rujukan non spesialistik, berikut adalah beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh FKTP:
1. Meningkatkan Kapasitas SDM dan Dukungan Teknologi
FKTP perlu melakukan pelatihan rutin untuk meningkatkan kompetensi dokter dan tenaga medis lainnya dalam menangani kasus-kasus umum. Pelatihan ini harus fokus pada case management, clinical decision making, dan penggunaan guideline berbasis evidence.
Di sisi lain, teknologi informasi kesehatan seperti EMR (Electronic Medical Record) yang dilengkapi CDSS juga bisa sangat membantu dalam pengambilan keputusan klinis. Salah satu sistem yang sudah mulai digunakan oleh banyak FKTP adalah sistem EMR yang didukung dengan penyediaan Panduan Praktik Klinis (PPK) untuk 144 diagnosa yang bisa ditangani di FKTP, fitur ini disediakan dalam rangka mendukung kendali mutu dan biaya seperti Medeva Mint.
2. Penyediaan Fasilitas Penunjang Diagnostik Dasar
Pemerintah daerah atau pemilik klinik perlu berinvestasi pada alat kesehatan dasar seperti USG, EKG, alat tes urine, dan penyediaan laboratorium sederhana (pemeriksaan gula darah acak, asam urat, dan kolesterol). Peralatan ini dapat mengurangi kebutuhan rujukan yang sebenarnya bisa ditangani secara lokal jika diagnosa sudah ditegakkan lebih akurat.
3. Membangun Komunikasi Efektif dengan Pasien
Strategi edukasi dan komunikasi yang baik kepada pasien merupakan langkah penting untuk menurunkan tekanan rujukan. Tenaga medis perlu dilatih untuk menjelaskan kepada pasien bahwa pelayanan primer adalah langkah awal paling efektif dan efisien dalam pengobatan.
Kampanye informasi publik melalui media sosial, brosur di ruang tunggu, dan kegiatan edukasi masyarakat juga bisa digunakan untuk membentuk persepsi positif masyarakat terhadap layanan primer.
4. Monitoring dan Evaluasi Rasio Rujukan Secara Berkala
FKTP sebaiknya memiliki sistem pemantauan internal terhadap rasio rujukan. Misalnya, dengan melakukan audit bulanan terhadap data rujukan, memisahkan rujukan yang sesuai dan tidak sesuai, serta melakukan tindak lanjut berupa feedback ke tenaga medis terkait.
Selain itu, BPJS juga mendorong penggunaan Dashboard Kendali Mutu dan Kendali Biaya (KMKB) agar FKTP dapat terus memantau indikator kinerja seperti angka kontak, rasio rujukan, dan lainnya secara real time.
Peran Kepemimpinan Manajemen Klinik
Perubahan strategi tidak hanya membutuhkan pendekatan teknis, tetapi juga kepemimpinan yang kuat dari pemilik atau manajer FKTP.
1. Mendorong Budaya Kinerja dan Mutu
Manajer klinik perlu mengembangkan budaya organisasi yang mendukung efisiensi layanan, termasuk dalam pengendalian rujukan. Tim medis harus diberi pemahaman bahwa kendali rujukan adalah bagian dari tanggung jawab profesional, bukan sekadar beban administratif.
2. Menetapkan Target Rasio Rujukan
Menetapkan indikator kinerja rujukan yang jelas, realistis, dan disepakati bersama akan membantu menciptakan kesadaran kolektif dalam tim. Target ini dapat dievaluasi setiap bulan dan disertai insentif jika berhasil ditekan.
3. Kolaborasi Antarprofesi
Kolaborasi antara dokter, perawat, tenaga administrasi, dan tim IT sangat penting dalam mengimplementasikan strategi pengendalian rujukan. Dengan peran masing-masing yang saling melengkapi, pengendalian rasio rujukan bisa dilakukan lebih efektif dan berkelanjutan.
Penutup: Dorongan Regulasi dan Dukungan Eksternal
Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan terus mendorong FKTP agar lebih optimal dalam pelaksanaan layanan primer melalui sistem kapitasi berbasis kinerja. Penilaian terhadap indikator rasio rujukan non spesialistik menjadi salah satu ukuran keberhasilan dalam kendali mutu dan biaya.
Dengan menerapkan Strategi Mengendalikan Rasio Rujukan Non Spesialistik agar Kapitasi Maksimal, FKTP tidak hanya mendapatkan insentif finansial lebih baik, tetapi juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan primer.
Beralih ke Medeva Sekarang!
Sudah siap membawa klinik Anda ke era digital? Dengan Rekam Medis Elektronik (RME) dari Medeva, Anda dapat mengelola data pasien dengan lebih cepat, aman, dan efisien. Hilangkan risiko kesalahan pencatatan, tingkatkan kualitas perawatan, dan optimalkan operasional klinik Anda. Coba demo gratis selama 14 hari sekarang juga dan rasakan langsung manfaatnya! Klik di sini untuk memulai transformasi digital klinik Anda sekarang!
Sumber Referensi:
- BPJS Kesehatan. (2024). Pedoman Penjaminan Pelayanan Kesehatan Program JKN. https://www.bpjs-kesehatan.go.id
- Kementerian Kesehatan RI. (2023). Dashboard Kendali Mutu dan Kendali Biaya (KMKB). https://kmkb.kemkes.go.id
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 11 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan di FKTP. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/136255/permendagri-no-11-tahun-2019
- Health Policy Plus (USAID). (2021). Primary Health Care Improvement Strategies. https://www.healthpolicyplus.com